Jawaban jangka pendek? Tidak.
QRIS saat ini masih bersifat domestik. Belum menyentuh pasar Amerika secara langsung.

Tapi dalam jangka panjang? Lain cerita.
QRIS bisa menjadi bagian dari tren global: negara-negara mulai membangun sistem pembayaran sendiri, tanpa tergantung pada dolar dan perusahaan teknologi Amerika.

China sudah punya Alipay dan WeChat Pay. India punya UPI yang sudah go internasional.
Dan sekarang, Indonesia juga sedang menapaki jalur itu lewat QRIS.

Jika tren ini terus tumbuh, maka dominasi Amerika dalam sistem transaksi digital dunia bisa mulai tergerus.

QRIS bukan ancaman…
tapi bisa jadi bagian dari perubahan besar dalam peta kekuatan ekonomi global.

Oke, mari kita bandingkan QRIS (Indonesia) dengan dua raksasa sistem pembayaran digital dari Asia: Alipay/WeChat Pay (China) dan UPI (India). Ini perbandingan langsung dari segi konsep, kekuatan, dan pengaruhnya:

1. QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) – Indonesia

Tujuan: Standarisasi QR Code pembayaran di Indonesia.

Dikembangkan oleh: Bank Indonesia.

Model: Interoperabilitas antar bank dan fintech melalui satu QR code standar.

Kelebihan:

Mendukung inklusi keuangan.

Terjangkau oleh UMKM.

Tidak tergantung pada satu penyedia aplikasi.

Keterbatasan:

Skala pengguna masih dalam negeri.

Belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem pembayaran global

2. Alipay & WeChat Pay – China

Tujuan: Domestikasi dan dominasi sistem pembayaran digital.

Dikembangkan oleh: Perusahaan swasta besar (Alibaba & Tencent).

Model: Ekosistem tertutup, sangat terintegrasi dengan e-commerce, transportasi, dll.

Kelebihan:

Jaringan sangat luas dan kuat.

Digunakan ratusan juta orang.

Sudah ekspansi internasional (terutama ke negara-negara dengan turis China).

Keterbatasan:

Terkontrol ketat oleh pemerintah China.

Kurang transparan dibanding sistem bank sentral.

Bukan sistem terbuka untuk semua pengguna

3. UPI (Unified Payments Interface) – India

Tujuan: Membangun sistem pembayaran terbuka dan inklusif.

Dikembangkan oleh: NPCI (National Payments Corporation of India).

Model: Sistem terbuka yang memungkinkan berbagai aplikasi untuk saling terhubung antar bank.

Kelebihan:

Gratis untuk pengguna.

Sangat cepat dan efisien.

Sudah mulai diekspor ke negara lain (Singapura, UEA, dll).

Keterbatasan:

Bergantung pada infrastruktur digital pemerintah.

Bisa mengalami tekanan politik karena dimiliki negara.

Kesimpulan Keras dan Jelas:

QRIS adalah langkah penting untuk Indonesia, tapi masih tahap dasar dibandingkan UPI dan Alipay/WeChat Pay.

UPI adalah contoh terbaik dari model terbuka dan sukses internasional, sementara Alipay dan WeChat Pay adalah kekuatan pasar domestik dengan ekspansi terbatas tapi agresif.

QRIS bisa mengejar jika mulai dikembangkan ke level ASEAN dan bekerja sama antarnegara dalam sistem regional

===========================================
Apa sih QRIS:

QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), sistem pembayaran berbasis QR code yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, terus menunjukkan perkembangan pesat di ranah domestik. Bahkan kini, sistem ini mulai dijajaki untuk kerja sama lintas negara di kawasan ASEAN dan Asia Selatan. Lantas, apa dampaknya bagi kekuatan sistem pembayaran global, khususnya Amerika Serikat?

Menurut pengamat ekonomi digital, QRIS pada dasarnya belum membawa dampak signifikan bagi ekonomi Amerika Serikat dalam jangka pendek. “QRIS masih fokus di pasar domestik Indonesia, jadi secara langsung tidak mengganggu dominasi perusahaan pembayaran asal AS seperti Visa, Mastercard, atau PayPal,” ujar Rafi Hermawan, analis dari Lembaga Ekonomi Terapan Asia (LETA).

Namun demikian, geliat digitalisasi lokal seperti QRIS dapat memicu tren yang lebih besar: munculnya sistem pembayaran mandiri di negara berkembang. Jika QRIS sukses menembus pasar internasional lewat integrasi regional, ini bisa menjadi sinyal tantangan bagi hegemoni sistem pembayaran berbasis dolar AS.

“Negara-negara seperti China sudah punya Alipay dan WeChat Pay, India punya UPI. Kalau Indonesia dengan QRIS bisa go global, itu akan menguatkan gerakan de-dolarisasi dalam transaksi digital,” lanjut Rafi.

Amerika Serikat sendiri sejauh ini belum menunjukkan kekhawatiran terbuka, namun penguatan sistem pembayaran lokal di negara-negara berkembang tentu berpotensi mengurangi ketergantungan pada layanan asal AS, baik dalam aspek teknologi, data, maupun kontrol ekonomi.

Bank Indonesia sendiri telah menegaskan bahwa QRIS akan terus dikembangkan untuk mendukung inklusi keuangan dan mendorong efisiensi transaksi lintas negara, terutama dalam kerangka ASEAN.

QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) bukan ditemukan oleh satu individu, melainkan dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Jadi, tidak ada satu “penemu” QRIS seperti halnya penemu telepon atau internet.

Latar belakangnya begini:
Sebelum QRIS, sistem pembayaran QR code di Indonesia terfragmentasi—setiap bank atau fintech punya QR sendiri-sendiri. Untuk menyatukan semuanya dan menciptakan standar nasional, BI meluncurkan QRIS secara resmi pada 17 Agustus 2019.

Tujuannya:

Memudahkan transaksi digital

Menjamin interoperabilitas antar penyedia jasa keuangan

Mendorong inklusi keuangan nasional

QRIS adalah contoh nyata bagaimana sebuah kebijakan sistemik dan kolaborasi lembaga bisa menghasilkan teknologi yang berdampak luas, terutama bagi UMKM dan masyarakat luas.

Penutup:
QRIS mungkin bukan ancaman langsung bagi Amerika Serikat, namun dalam jangka panjang, ia bisa menjadi bagian dari perubahan lanskap keuangan global yang semakin terdesentralisasi dan tidak sepenuhnya bergantung pada Barat.(Red)

#qris #upi #alipay